Senin, 26 Januari 2009

muatan lokal..?


Disuatu pagi yang cerah dan tenang, hangat dan penuh kedamaian, saya sedang berada di kantor Bapak-bapak Kepala yang keduanya adalah sahabat-sahabat saya, mereka adalah Bp Sukardi, Kepala SMK Ar-Rachman, Medan dan Mr Martias, Kepala SMA Ar-Rachman, Medan juga. Kedua pribadi ini adalah juga orang-orang kepercayaan Prof Janius Jamin, yang mantan Rektor UNIMED (bagi kalangan Edukator Medan, Aceh dan SUMUT beliau ini cukup popular), dan keduanya adalah orang kepercayaan beliau dalam menjalankan manajemen pendidikan sekolah tingkat lanjutan. Well, kata orang Inggris “…it must be something that is very challenging for me having chances chatting with them friendly, usefully and cooperatively…”.
Sebenarnya awal pembicaraan hangat dan asik bagi saya ini adalah seputar persiapan menghadapi Ujian Akhir Nasional bagi siswa-siswi kami, baik SMA maupun SMK, artinya sudah sejauh mana kesiapan mereka dan upaya apa-apa saja yang harus kita lakukan demi berhasilnya nanti kita para guru dalam membantu para siswa di Ujian Nasional nanti. Saya hanya berupaya mengingatkan sahabat-sahabat saya tentang tidak bolehnya kita meremehkan mata pelajaran dengan muatan lokal yang nota bene tidak merupakan mata pelajaran yang diujikan pada UAN nantinya. Beberapa masukan diantara beliau adalah betapa prihatinnya kami dapati anak-anak siswa kami sendiri tampaknya sangat minim akan pengetahuan global seperti nama ibukota diberbagai propinsi, peta buta, budi pekerti, nama hasil-hasil pertambangan bangsa Indonesia dan lain-lain. Kami semakin asik berbicara ketika kami pun mulai saling bercerita pengalaman masing-masing kami dahulu ketika masih di bangku sekolah, betapa susahnya kami untuk menguasai HPU, kalau tidak salah begitu dahulu namanya, yaitu Himpunan Pengetahuan Umum. Pak Kardi bahkan bercerita bagaimana susahnya belajar Peta Buta dulu, ketika beliau masih sekolah, kata beliau tidak jarang gurunya dulu sampai menyulutkan rokok pada kulit siswa bila siswa tidak dapat menguasai peta Buta.
Pak Martias pun ikut bercerita seputar kurangnya akhlak anak-anak sekarang. Kami membahas segalanya dengan penuh minat dan saling beradu argumentasi seputar langkah-langkah terbaik yang sudah seharusnya di tanamkan ataupun diajarkan kepada para siswa, agar kelak mereka dapat memiliki julukan terpelajar atau seharusnya memang mereka benar-benar menjadi seorang yang terpelajar dalam makna yang sebenarnya.
Kasus pertama yang saya dapati adalah tentang Muatan lokal, seberapa pentingkah penanaman ajaran dan pendidikan dalam muatan lokal? Hal ini karena pernah saya bertemu dengan salah seorang Kepala Sekolah Dasar yang gampang saja menyatakan bahwa…”Ah…pelajaran bahasa Inggris khan hanya muatan lokal pak zul…” waktu itu saya sedang semangat-semangat nya menyodorkan beberapa teori dan rancangan pengajaran Bahasa Inggris kepada beliau. Saya bukan sedang sakit hati kepada apa kata Bapak kepala SD tersebut, tapi hati saya memang benar-benar menolak dan tidak terima bila ada seorang Kepala Sekolah yang gampang saja mengatakan hal tersebut. Sebagai seorang Kepala Sekolah yang sedang memimpin kegiatan belajar mengajar dalam suatu Lembaga Pendidikan (Sekolah), tentu tidak akan mungkin rasanya menyatakan hal tersebut secara gampang, apalagi terkesan meremehkan suatu pelajaran yang nota bene adalah hanya karena mata pelajaran dengan muatan lokal? Sekarang saya mau bertanya, pelajaran Bahasa Inggris memang masih muatan lokal bagi Sekolah Dasar, tetapi bagaimana nantinya, ketika SMP, SMA apalagi Kuliah? Kapan sih kita tidak bisa tidak harus menerima Pelajaran bahasa Inggris itu sebagai suatu mata Pelajaran yang hingga saat ini masih sangat-sangat ditakuti oleh kalangan banyak, bahkan sudah pula menjadi Media Komunikasi Dunia? Ok-ok.., saya juga tadi sudah katakan bahwa saya tidak sedang membela habis mata Pelajaran Bahasa Inggris, tapi saya sedang merasa prihatin saja terhadap sikap meremehkan mata pelajaran yang bersifat muatan lokal, dan ini tidak harus hanya mata Pelajaran Bahasa Inggris. Kita akan coba pinjam dan ulas berbagai cerita yang disampaikan oleh kedua Sahabat saya diatas tadi, tentang Peta Buta dan Akhlak atau Budi pekerti. Sekarang mari pula kita jabarkan secara logis berapa jumlah mata pelajaran yang terdapat dilembaga sekolah kita, mulai dari Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Hayat, Fisika, Sosiologi, Antropologi, Agama, Ketrampilan, Seni, Sains, Komputer, Olah raga, Praktek mesin, Tata buku, Akuntansi, Bahasa Inggris, dan lain-lain belum lagi yang Eskul seperti Pramuka dan PMR misalnya. Nah kita coba perbandingkan yang mana lebih banyak yang akan diujikan pada UAN nanti dan yang mana pula yang hanya merupakan muatan lokal namun sehari harinya harus dihadapi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Saya yakin kita semua bisa mahfum betapa hanya sedikit yang akan di UAN kan dan lebih banyak lagi yang muatan lokal yang harus ditemui anak-anak siswa dalam kehidupannya sehari-hari khususnya ya disekolah. Sekolah itu apa sih? Apakah Sekolah sekarang sudah berganti peran? Menjadi tempat yang tepat bagi anak-anak dalam persiapan menjelang UAN saja? Atau sudah kian akrab dan dibenarkan bagi kita semua bahwa yang penting Sekolah itu khan untuk bisa lulus Ujian saja dan dapat Ijazah, selesai? Wah….saya jadi semakin miris bila harus menerima fakta seperti ini…Apa donk maksud kita bersekolah dalam waktu yang cukup panjang ini mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan Lanjut? Apa artinya waktu yang panjang itu…..dan apa pula arti kebersamaan kita semua ini, sehingga anak-anak orang harus kita temani setiap dan sepanjang hari, Apa pula arti dari kegiatan masuk jam sekian, pulang jam sekian, upacara, tata tertib, bertemu dengan guru junior lalu yang senior dan apa kah kesemuanya itu yang selama ini adalah kegiatan Sekolah ?, untuk apa kita lakukan semua ini bila tidak untuk perbaikan faham dan memperluas wawasan agar kita dapat menjadi manusia yang terpelajar, bijaksana, sempurna badannya, kuat lagi sehat, tajam pikirannya, berbudi pekerti nan tinggi, agar berguna bagi orang tua masayarakat, agama dan bangsanya….(saya harus sedikit pinjam Mars PPTS, Tamansiswa nih….). Wah saya jadi terlihat emosional ya…hehehehe, tidak juga sih, saya hanya sedikit sewot saja bila kebersamaan kita para guru, pamong dan pemerhati pendidikan ini jadi tidak Chained atau berantai/ saling berkesinambungan. Saya hanya berkeinginan sekali bila kedua sahabat saya tadi akan senantiasa berkenan memotivasi semua guru-guru dalam menjalankan tugasnya secara professional, tidak perduli apakah mata pelajaran yang diajarkan mereka itu muatan lokal ataupun untuk sebuah pesta Akbar UAN, lengkap dengan memotivasi para karyawan TU, tukang sapu, tukang parkir dan satpam, kita semua ini adalah element-element penting bagi terselenggaranya dan berhasilnya Suatu lembaga Pendidikan ini dalam menjalankan tugasnya sebagaimana tercantum dalam teks Pembukaan UUD Dasar 1945, turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana kita yang element sekolah kita adalah yang paling tepat dan pertama kali seharusnya yang melaksanakan arahan Konstitusi bangsa kita ini bangsa Indonesia. Mari kita persiapkan anak-anak siswa kita semua dengan segala mata pelajaran dan pengetahuan serta ketrampilan yang merupakan rantai berkesinambungan dari setiap Satpel yang akan menjadi suatu kekuatan dahsyat sebagai motivator utama anak-anak kita dalam menghadapi UAN nantinya, kayak apapun bentuknya dan bagaimanapun tingkat kesulitannya, karena toh kita sudah senantisa mempersiapkan dan membekali anak-anak kita semua dengan berbagai mata pelajaran dengan muatan lokal yang sebenarnya justru merupakan penopang manakala nanti anak-anak kita harus menghadapi UAN yang untungnya hanya terdiri dari beberapa mata pelajaran utama saja…. Sekali lagi tidak ada maksud apa-apa selain “Melu handarbeni dateng sekolahipun para siswo kito sak lawas-lawasnyo…”*).
Well. Apapun Bahasanya, kalau kita ini semua manusia, tentu serupa arah dan tujuan nya pada kebaikan kehidupan yang berkepanjangan dan terus menerus… Bravo ar-Rachman, Selamat menghadapi UAN 2009.

*) rasa ikut serta memiliki terhadap sekolah para siswa kita selama-lamanya…Javanese, red.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar